Jumat, 21 Februari 2014

Review Buku “Ritual dan Tradisi Islam Jawa”



Review Buku “Ritual dan Tradisi Islam Jawa”
Oleh: K.H. Muhammad Sholikhin

Siklus kehidupan, yang mencakup kehamilan, kelahiran, pernikahan, dan kematian merupakan momentum yang sangat penting bagi manusia. Islam melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, sangat memperhatikan proses-proses penting yang berhubungan dengan siklus kehidupan tersebut. Bagi kalangan Islam Jawa, siklus tersebut adalah mercusuar perjalanan hidup manusia, baik fisik maupun rohani. Oleh karena itu, kalangan muslim Jawa mengakomodasikan antara dasar ajaran Islam dengan ajaran luhur Jawa dalam melaksanakan ritual yang terkait dengan siklus ritual tersebut. Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara Islami oleh umat Islam di Jawa, justru menjadikan ajaran Islam menjadi kuat ketika ia telah mentradisi dan membudidaya di tengah kehidupan masyarakat, di mana esensi ajarannya sudah masuk dalam tradisi masyarakat setempat. Inilah yang terjadi antara Islam dan Jawa, kemudian membentuk gugus budaya Islam Jawa.
Dalam buku yang berjudul “Ritual dan Tradisi Islam Jawa” termuat bab-bab yang menerangkang tentang ritual dan tradisi masyarakat Islam Jawa dari kehamilan, kelahiran, pernikahan sampai kematian.
Seperti halnya dari Kelahiran ada Ngupati atau Ngapati, Nglimani, Mitoni atau tingkeban, Nyangani, Brokohan (selamatan kelahiran bayi, pada hari bayi lahir), Sepasaran (selamatan hari ke-5 kelahiran bayi, pemberian nama dan aqiqah. Biasanya disertai dengan Kenduri dan bancakan), Puputan (selamatan setelah sisa tali pusar lepas atau jauh), Selapanan (selamatan hari ke-35 dar kelahiran bayi, hari memperbagus fisik sang bayi, biasanya disertai kenduri dan bancakan), Tedhak Siti (selamatan anak usia 7 lapan atau 245 hari atau 7 x 35 hai. Doa kepada Allah agar anak menjadi anak yang jujuur, ahli ibadah, senang kepada ilmu, dermawan dan etos kerja tinggi), setahunan.
Sedangkan dalam perkawinan tradisi dan ritualnya adalah Kumbakarnan (selamatan setelah menusyawarahkan segala hal yang akan dilaksanakan terkait dengan upacara pernikahan. Umumnya dilaksankan 7 hari sebelum acara di rumah yang akan menggelar hajat), Pasang Tarub (selamatan diadakan pada malam 2 atau 1 hari sebelum upacara yakni mempersiapkan tempat acara), Midadareni dan Majemukan (ritual dan selamatan malam upacara, sekalius pelaksanaan tebusan kembar mayang. Calon pengantin laki-laki “nyantri” di rumah calon istri (tradisi warisan Nabi Musa di rumah mertuanya Nabi Syu’aib). Setelah penebuan kembar mayang, diadakan selamatan majemuk, mendoakan keelamatan semua yang akan dilaksanakan), Selamatan Walimahan (selamatan yang dilaksanakan pada saat sesudah ijab qabul atau setelah upacara perkawinan), Sepasaran Manten (selamatan yang dilaksanakan pada hari ke-5 dari ijab dan qabul).
Dan yang terakhir saat kamatian adalah Surtanah (ritual setelah mayat dikebumikan, agar ruhnya mendapat tempat baik di sisi Allah), Nelung Dina (selamatan hari ketia dari kematian, untk memohon ampunan kepada Allah, memperoleh jalan teran menuju Allah), Mitung Dina (selamatan hari ke-7 sesudah wafat. Berdoa agar ruh mayat mendapat jalan terang menuju Allah, dan bermakna menympurnakan kulit, rambut, dan kuku jenazah), Matang Puluhan (selamatan hari ke-40 dari wafat. Biasanya disetai dengan khataman Al-Qur’an. Tujuannya mendoakan agar ruh yang meninggal dpt diterima Allah sesuai dengan amal kebaikannya), Nyatus Dina (selamatan yang diadakan pada hari ke-100 dari hari wafatnya, tujuannya sama dengan  selamatan hari ke-40 dan juga untuk menyempurnakan yang bersifat badani), Mendhak Pisan (peringatan satu tahun pertama dari kematian. Tujuannya dalah untuk memintakan ampunan bagi ruh orang yang meinggal, juga berakna menyempurnakan semua anasir fisik selain tulang), Mendhak Pindho (peringatan dua tahun dari wafat, tujuannya sama denan mendhak pisan, juga bermakna menyempurnakan anasir rasa dan bau menjadi lenyap), Nyewu Dina (adalah purna upacara bagi orang yang sudah meninggal pada hai ke-100), dan Haul atau Kol (selamatan peringatan tahunan bagi orang yang sudah meninggal. Dilaksanakan pada hari (dan pasaran) dan bulan wafat. Intinya adalah doa memohon ampunan dari semua salah dan dosa, serta mendoakan keselamatan perjalanan ruh di alam akhirat).
Dalam penghayatan terhadap berbagai fenomena siklus kehidupan manusia tersebut, dan hubungannya dengan Allah, maka konteks tradisi Islam di Indonesia, pada saat-saat tertentu sebagai bentuk “mengingatkan” kembali (pengetan/ peringatan), terdapat berbagai bentuk tradisi yang disebut “selamatan (slametan/wilujengan), kenduri atau shadaqahan (sedekahan). Inti dari peringatan tersebut adalah mengingatkan kembali tentang jatidiri manusia yang dikehendaki oleh Allah menjadi baik di dunia dan akhirat, serta mengingatkan akan posisinya terhadap Allah. Sehingga belajar dari ritual-ritual tersebut, semangat beribadah semakin terpacu, hidup dalam kondisi yang optimis, karena selalu memiliki harapan kepada pertemuan dengan Tuhan dan dalam kehidupannya selalu berusaha secara maksimal agar dapat mendatangkan kebaikan dalam bentuk memperbanyak shadhaqah dan amal shalih.
Dalam buku yang berjudul “Ritual dan Tradisi Islam Jawa” ada hal yang menarik untuk dibahas selain berbagai ritual dan tradisi yang dilakukan Isam Jawa, yaitu tentang Kejadian Manusia dan Proses Terbentuknya Janin, yang di dalamnya termuat sub bab yang sangat menggelitik yaitu:”Menguak Tabir Manusia Generasi Pertama” dalam sub bab tersebut dijelakan bahwa sosok manusia Adam secara biologis bukanlah manusia pertama yang ditentukan oleh Allah mendiami bumi. Sebelumnya sudah pernah ada generasi manusia yang mendiami bumi, namun selalu membuat kerusakan dan selalu sering berperang dan menumpahkan darah, sehingga mereka kemudian diberikan bencana oleh Allah, yang membuatnya musnah di planet bumi. Merekalah yang kemudian disebut sebagai penghuni di perut bumi (Banul Jann). Maka wajar, walaupun usia Adam sampai saat ini baru sekitar 100.000 tahun, namun sudah ditemukan berbagai fosil tengkorak manusia yang berusia jutaan tahun, yang sebenarnya berasal dari manusia generasi pertama secara biologis, yakni sebelum Adam di muka bumi. Mereka selalu membuat kerusakan dan menumpahkan darah, karena keterbatasan akalnya. Sementara manusia Adam disebut sebagai manusia pertama di bumi, dalam konteks sebagai manusia “yang berakal” dan sebagai manusia biologis, adalah manusia generasi kedua yang mendiami planet bumi. Pada zaman Nabi Nuh, terjadi banjir bandang yang melanda dunia, yang menghapuskan ras manusia generasi kedua, kecuali sekitar 80 dari Nabi Nuh dan umatnya, yang kemudian berkembang biak sampai sekarang menjadi manusia generasi ketiga penghuni planet bumi.
Informasi tersebut dapat kita telusuri dari ayat Al-Qur’an, yakni ketika Allah membicarakan akan diciptakannya makhluk manusia sebagai penghuni bumi. Pada saat itulah para Malaikat menyatakan, “Apakah Engkau akan menciptakan makhluk yang hanya akan menumpahkan darah dan merusak bumi?(Q.S. Al-Baqarah: 30). Pernyataan para malaikat ini menunjukkan bahwa memang para malaikat sudah pernah menyaksikan adanya makhluk sejenis manusia yang menghuni bumi, namun mereka suka menumpahkan darah dan berbuat kerusakan di bumi. Jadi kesimpulannya adalah bahwa Nabi Adam merupakan manusia berakal budi pertama di dunia, bukan manusia biologis pertama. Manusia biologis pertama adalah manusia sejenis monyet, yang diantaranya adalah Pithecanthropus Erectus.
Namun dari keterang tersebut dapat menimbulkan sebuah pertanyaan, terkesan percaya tidak percaya, ini bisa diindikasikan sebagai penguat atas teori Darwin yang mengatakan nenek moyang manusia adalah sejenis monyet, yang padahal sekarang ini teori tersebut sudah di hapuskan.
 Dalam salah satu paragraf yang lain tertulis bahwa secara arkeologis, ditemukan berbagai fakta, bahwa banyak fosil-fosil sejenis manusia yang kemudian diketemukan, dan usianya sudah mencapai ratusan juta tahun. Sementara kehadiran Nabi Adam di bumi, hanya antara puluhan sampai ratusan ribu tahun. Kalaupun penulis pernah mengemukakan asumsi jutaan tahun, maka hal itu memang baru asumi yang belum ada buktinya. Ini bisa dijadikan kelemahannya karena dari penulis sendiri hanya mengunakan asumsi, bukan data yang konkrit.
Dan ada lagi dari bab yang lain mengenai Makna Simbolis Selamatan dan Ritual dalam Islam Jawa, yang dalam sub babnya termuat Makna Simbolik “Sesaji” (Sedekahan dan Selamatan) Ritual dalam Islam Jawa, diterangkan bahwa pembakaran kemenyan pada saat ritual mistik dilaksanakan oleh masyarakat Jawa diyakini sebagai bagian dari penyembahan kepada Tuhan secara khusyu’ (mencapai tahap hening) dan tadharru’ (mengosongkan diri kemanusiaan sebagai hal yang tidak berarti dihadapan Tuhan), atau sebagai bentuk akhlak penghormatan kepada Tuhan. Membakar kemenyan itu biasanya diniatkan sebagai “talining iman, urubing cahya kumara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi Dzat ingkang Maha Kuwaos” (sebagai tali pengikat keimanan, nyalanya diharapkan sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau-bauan surga, dan agar dapat diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa).
Memerhatikan niat tersebut, maka dapat dipahami bahwa pembakaran kemenyan dalam ritual mistik sebagian kaum muslim Jawa, atau memasukkannya sebagai unsur mistik bukanlah laku yang musyrik, seperti yang dituduhkan oleh sebagian muslim yang merasa lebih puritan atau sebutlah kearab-araban. Pada zaman Nabi Ibrahim AS. juga sudah ada kebiasaan membakar kemenyan. Untuk zaman Nabi Muhammad SAW, pembakaran kemenyan sering digantikan dengan menggunakan bau-bauan yang harum, yang dinyatakan sebagai “disukai oleh Allah”. Baik kemenyan maupun wangi-wangian esensinya sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dari pernyataan tersebut, di zaman sekarang hal itu bisa menimbulkan asumsi positif atau negatif dari berbagai kalangan, positif bagi kalangan yang memang mempercayai hal tersebut dan masih malakukan ritual pembakaran kemenyan tersebut yang beranggapan bahwa semua tergantung dari niatnya, namun bagi kalangan yang memandang negatif dikarenakan pembakaran kemenyan biasa dilakukan oleh orang-orang yang menganut agama kejawen, sedangkan Islam tidak mengajari hal tersebut, pemakaian wangi-wangian dan bau wangi kemenyan, menurut saya tidak bisa disamakan, karena pembakaran kemenyan lebih diindikasikan ke hal-hal mistis, sedangkan kalau ingin mendekatkan diri pada Allah ada cara yang lebih syar’i, yaitu dengan beribadah dengan khusyu’ kepada Allah SWT.

MAKALAH



PENELITIAN KUANTITATIF DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN
       I.            PENDAHULUAN
Secara umum, jenis penelitian berdasarkan pendekatan analisisnya dibedakan menjadi dua, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ini lazim juga disebut sebagai pendekatan, ancangan, rencana atau desain. Kedua pendekatan tersebut memiliki asumsi, tujuan, karakteristik, dan prosedur yang berbeda. Namun demikian, permasalahannya tidak terletak pada keunggulan atau kelemahan setiap pendekatan, tetapi sejauh mana peneliti mampu bersikap responsif dengan mengembangkan desain yang tepat untuk penelitiannya.
Kata kunci penelitian meliputi tiga hal yaitu proses, masalah dan pengambilan keputusan. Dan untuk sampai pada pengambilan keputusan diperlukan yang namanya metode untuk menganalisis data yang terkumpul. Adapun analisis data yang menggunakan teori dan rumus-rumus statistik dalam dunia penelitian disebut sebagai penelitian kuantitatif.
Untuk lebih jelasnya berikut ini kami akan menguraikan dari mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan dengan pembahasan Penelitian Kuantitatif. Sehingga diharapkan mampu mengetahui mengenai bagaimana penelitian kuantitatif dengan lebih jelas.
    II.            RUMUAN MASALAH
A.    Apa Pengertian Penelitian Kuantitatif?
B.     Bagaimana Karakteristik Penelitian Kuantitatif?
C.     Bagaimana Prosedur Penelitian Kuantitatif?
D.    Bagaimana Implementasi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan?
E.     Jelaskan Paradigma dan Kedudukan Teori dalam Penelitian Kuantitatif?
F.      Apa Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif?
 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penelitian Kuantitaitf
Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui. Pada umumnya penelitian kuantitatif dapat dilaksanakan juga sebagai penelitian diskriptif. Penelitian kuantitatif dapat pula berupa penelitian hubungan atau penelitian korelasi, penelitian kuasi-ekperimental, dan penelitian eksperimental.[1] Dapat juga diartikan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang bekerja dengan angka, yang datanya berujud bilangan (skor atau nilai, peringkat atau frekuensi), yang dianalisis menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu mempengaruhi variabel yang lain.[2]
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metoe ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode positivistic karena berandaskan pada filsafat positivism. Metode ini sebagai metode ilmiah/ scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengna metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai IPTEK baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena ada penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.
Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.[3]
B.     Karakteristik Penelitian Kuantitatif
Untuk menjelaskan tentang penelitian kuantitatif berturut-berturut akan disebutkan karakteristik penelitian kuantitatif:
1.      Pengaruh dari model penelitian alam
2.      Bersifat behavioristik-mekanistik-empirik
3.      Memberikan perhatian pada hasil (produk)
4.      Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan aturan, hokum dan prinsip yang bersifat umum
5.      Konversi kualitas menjadi kuantitas
6.      Konfirmasi teori
7.      Menjunjung tinggi objektivitas
8.      Desain penelitian ketat dan permanen[4]

C.    Prosedur Penelitian dengan Pendekatan Kuantitatif
1.      Mengidentifikasi Problem Penelitian
Dalam mengidentifikasi problem penelitian, penelitian kuantitatif perlu menguraikan tentang kecenderungan atau menjelaskan tentang keterkaitan antara variable dan pengembangannya.
2.      Mereviu Kepustakaan
Dalam peneltian kuantitatif, kepustakaan memegang peranan penting. Malakukan reviu terhadap kepustakaan selain berfungsi untuk justifikasi problem penelitian, juga dimaksudkan untuk mengarahkna tujuan, dan pertanyaan atau hipotesis penelitian.
3.      Menetapkan Tujuan Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif pertanyaan penelitiannya adalah spesifik dan sempit, terbatas pada variable penelitian yang ditetapkan, untuk memperoleh data yang dapat diukur dan dapat diamati.
4.      Mengumpulkan Data
Dalam penelitian kuantitatif, pengumpulan data didasarkan pada instrumen yang sudah ditetapkan sebelum penelitian, datanya berwujud bilangan, dan instrument diberikan kepada sejumlah besar individu.
5.      Menganalisa dan Menginterpretasi Data
Dalam penelitia kuantitatif, analisis datanya menggunakan analisis statistic yang meliputi uraian kecenderungan, perbandingan kelompok yang berbeda, atau hubungan antar variable, serta melakukan interpretasi perbandingan antara hasil penelitian dengan yang diprediksikan sebelum penelitian.
Peneliti selanjutnya melakukan intepretasi berdasarkan hasil analisis data tersebut dipandang dari sudut prediksi awal atau penelitian-penelitian sebelumnya yang bertema sama. Intepretasi ini merupaka penjelasan mengenai mengapa hasil penelitian mendukung atau tidak mendukung prediksi yang diharapkan sebelumnya.
6.      Melaporkan dan Mengevaluasi Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif, laporan penelititan menggunakan struktur yang pasti dan terstandar serta menggunakan kriteria evaluatif.[5]

D.    Implementasi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan
Penelitian kuantitatif menberikan perhatian pada hasil belajar. Usaha memahami manusia dilakukan dengan melihat apa yang dihasilkannya setelah belajar. Melalui penelitian kuantitatif, dengan memperhatikan hasil-hasil belajar manusia, dapat dijelaskan suatu gejala, dipahami hubungan satu gejala dengan gejala lain, dan hubungan sebab-akibat gejala dalam diri manusia.[6]
Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi dan jurnalisme. Pendekatan ini juga digunakan sebagai cara untuk meneliti berbagai aspek dari pendidikan.
Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau siswa yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka. Sebagai contoh: 50 siswa, 79% dari populasi sampel, mengatakan bahwa mereka lebih percaya bahwa kegiatan belajar yang menyenangkan dari guru sangat mempengaruhi prestasi siswa. Menurut ketentuan ukuran sampel statistik yang berlaku, maka 79% dari penemuan dapat diproyeksikan dari sampel yang telah dipilih. pengambilan data ini adalah disebut sebagai survei kuantitatif atau penelitian kuantitatif.[7]
E.     Paradigma dan Kedudukan Teori dalam Penelitian Kuantitatif
1.      Paradigma Penelitian Kuantitatif
Dalam ilmu-ilmu sosial, mengenal paradigma kuantitatif-positivisme sebagai salah satu paradigma penelitian yang sangat berpengaruh. Dalam paradigma kuantitatif, gagasan-gagasan positivisme dianggap sebagai akar paradigma tersebut. Paradigma ini adalah tradisi pemikiran Perancis dan Inggri yang antara lain diilhami oleh David Hume, John Locke, dan Berkeley yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan dan memandang pengetahuan memiliki kesamaan hubungan dengan pandangan aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme serta sering kali juga disebut juga dengan berbagai label lain, seperti empirisme, behaviorisme, naturalisme, dan sainsisme. Tradisi ini berkembang sebagai akibat sedemikian terobsesi dan dipengaruhi oleb tradisi-tradisi ilmu kealaman yang tergolog Aristoteles. Ia bertumpu pada pandangan bahwa realitas itu pada hakekatnya bersifat materi dan kealaman, begitu juga dengan manusia. August Comte (1798-1857) adalah filosof yang mempelopori munculnya alran filsafat positivism.[8]
Dalam penelitian kauntitatif/positivistik, yang dilandasi pada suatu asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala bersifat kausal (sebab akibat), maka penelitian dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Pola hubungan antara variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut sebagai paradigma penelitian.
Jadi paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola piker yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekalius mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.[9]

2.      Teori Dalam Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif menyederhanakan kompleksitas gejala dengan mereduksi ke dalam ukuran yang dapat ditangani dan diukur. Ukuran dari gejala yang dapat ditangani dan diukur itu dikenal sebagai variabel. Penyederhanaan dilakukan agar penelitian membatasi pada ukuran yang membuka kesempatan pada orang lain utuk melakukan pengujian kembali terhadap kebenaran hasil penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, variabel dan hubungannya nampak dari rumusan masalahnya.
Variabel adalah hal pokok yang dipersoalkan dalam penelitian kuantitatif. Seluruh kegiatan penelitian, termasuk dalam pengembangan teori, akan memusatkan pengkajiannya terhadap variabel. Oleh Karenanya teori yang dikembangkan dalam penelitian kuantitatif adalah teori mengenai variabel dan hubungannya. Teori akan memadu ke arah pengumpulan data variabel dan perumusan dugaan sementara jawaban atas pertanyaan penelitian yang merupakan hubungan variabel.[10]
Teori dalam penelitian kuantitatif menjadi faktor yang sangat penting dalam proses penelitian itu sendiri. Bahwa separuh dari kegiatan penelitian adalah proses teori atau proses berteori. Pada penelitian kuantitatif, teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat-alat analisis data.[11]

3.      Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
1.      Kelebihan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
a)      Kelebihan Penelitian Kuantitatif
1)      Menghasilkan teori yang kuat yang probabilitas kebenaran dan toleransi kesalahannya dapat diperhitungkan.
2)      Kebenaran teori yang dihasilkan selalu terbuka untuk diuji kembali.
3)      Analisa yang dilakukan atas angka menghindarkan unsur subjekivitas.

b)      Kelebihan Penelitian Kualitatif
1)      Kemampuannya memahami makna di balik prilaku.
2)      Mampu menemukan teori baru untuk setting kebudayaan yang diteliti.
2.      Kekurangan Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
a)      Kekurangan Penelitian Kuantitatif
1)      Tidak dapat mengungkap makna yang tersembunyi.
2)      Pengembangan teori lambat.
3)      Kegunaannyan rendah karena pengambil kebijakan berada di luar penelitian.
b)      Kekurangan Penelitian Kualitatif
1)      Hasil penelitian bersifat subjektif.
2)      Temuan teori hanya berlaku untuk setting kebudayaan yang terbatas.
3)      Kegunaan teori yang dihasilkan rendah karena belum tentu dapat dimanfaatkan.[12]




 IV.            ANALISIS
Dari penjelasan mengenai metode penelitian kuantitatif di atas, dapat ditarik analisis bahwa dalam penelitian kuantitatif lebih menekankan pada cara fikir yang lebih positivistik yang bertitik tolak dari fakta sosial yang ditarik dari realitas obyektif. Penelitian kuantitatif ini juga bercirikan bahwa cara pengambilan analisisnya dengan mengunakan statistik, walau pun tidak menutup kemungkinan dalam pendekatan penelitian kualitatif yang mendalam dan mampu mengkontruksikan hubungan antara fenomena dapat juga menggunakan statistik, namun bedanya di sini bukan untuk menguji hipotesis sehingga tidak ada kata signifikan, sedangkan dalam pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis.
Setiap metode penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing, karena itu keberadaanya tidak perlu dipertentangkan namun justru saling melengkapi, tergantung bagaimana kita dalam memilih metode mana yang cocok dengan objek yang ingin kita teliti.
Metode penelitian kuantitatif lebih cocok digunakan untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan dalam populasi yang luas sehingga hasil penelitiannya kurang mendalam. Sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk meneliti masalah yang belum jelas, populasinya tidak luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Metode kuantitatif cocok digunakan untuk menguji hipotesis atau teori sedang metode kualitatif cocok digunkan untuk menemukan hipotesis atau teori.
Jadi, setiap peneliti harus sudah mampu memahami tentang karakteristik kedua metode tersebut, sehingga tahu  pasti kapan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Karena paradigma kedua metode tersebut berbeda, maka sangat sulit menggabungkan metode tersebut digunakan dalam satu proses penelitian yang bersamaan.
    V.            KESIMPULAN
Pengertian Penelitian Kuantitaitf adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.
Karakteristik penelitian kuantitatif: Pengaruh dari model penelitian alam, bersifat behavioristik-mekanistik-empirik, memberikan perhatian pada hasil (produk), tujuan penelitia adalah untuk mendapatkan aturan, hokum dan prinsip yang bersifat umum, konversi kualitas menjadi kuantitas, konfirmasi teori, menjunjung tinggi objektivitas, desain penelitian ketat dan permanen.
Prosedur Penelitian dengan Pendekatan Kuantitatif: Mengidentifikasi Problem Penelitian, Mereviu Kepustakaan, Menetapkan Tujuan Penelitian, Mengumpulkan Data, Menganalisa dan Menginterpretasi Data, Melaporkan dan Mengevaluasi Penelitian.
Dalam implementasi pendidikan penelitian kuantitatif, dengan memperhatikan hasil-hasil belajar manusia, dapat dijelaskan suatu gejala, dipahami hubungan satu gejala dengan gejala lain, dan hubungan sebab-akibat gejala dalam diri manusia.
Dalam ilmu-ilmu sosial, mengenal paradigma kuantitatif-positivisme sebagai salah satu paradigma penelitian yang sangat berpengaruh. Dalam paradigma kuantitatif, gagasan-gagasan positivisme dianggap sebagai akar paradigma tersebut.
Separuh dari kegiatan penelitian adalah proses teori atau proses berteori. Pada penelitian kuantitatif, teori atau paradigma teori digunakan untuk menuntun peneliti menemukan masalah penelitian, menemukan hipotesis, menemukan konsep-konsep, menemukan metodologi, dan menemukan alat-alat analisis data.

DAFTAR PUSTAKA
Alsa, Asmdi, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Bungin, M. Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006
Margono, Metodologi Peelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D), Bandung: Alfabeta, 2010



[1] Margono, Mtodologi Peelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 105-106
[2] Asmdi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian spikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 13
[3] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D), (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 13-14
[4] Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 45
[5] Asmdi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian spikologi, hlm. 14-18
[6] Purwanto, Metodologi Penelitaian Kuantitatif(Untuk Psikologi dan Pendidikan), hlm. 50
[8] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hlm. 134
[9] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D),hlm. 65-66
[10] Purwanto, Metodologi Penelitaian Kuantitatif(Untuk Psikologi dan Pendidikan), hlm. 50
[11] M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, hlm. 25
[12] Purwanto, Metodologi Penelitaian Kuantitatif(Untuk Psikologi dan Pendidikan), hlm. 27