DARI SANDAL MENJELMA SEPATU
M
RIKZA Chamami Dosen
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dan sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Laboratorium
Pendidikan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, akrab disapa Rikza (33) mengaku dari keluarga miskin
yang ada di perkampungan Home Industri Sandal yang ada di Krandon. Lahir
dalam kondisi yang memegang teguh tradisi kuno di mana bayi yang weton-nya
sama dengan ibunya, maka harus dibuang, diletakkan di atas ingkrak yang
kemudian ditemukan oleh simbahnya (Saudah). Hak asuh secara tradisi menjadi
anak simbah dengan tujuan agar anak tidak selalu bertengkar dengan ibunya.
“Sejak kecil saya suka mengikuti
tradisi-tradisi pedesaan, seperti mengaji, dolanan gobak sodor, setinan, dan
lain-lain,” ujarnya ketika menyampaikan perkuliahan Pendidikan Jurnalistik.
Semasa kecil dosen gaul yang murah senyum
itu senang dengan ilmu, sering mengikuti pengajian, silaturahim kepada
kyai-kyai sekitar kampung, ziarah, dan lain-lain, karena orang tuanya mendidik
anaknya dalam prinsip tirakat, menjaga persaudaraan, dan teposliro.
Pekerjaan orang tuanya yang hanya sebagai wirausaha sandal imitasi di pasar
Kliwon juga dijual di Purwodadi itu, hingga Rikza mempunyai prinsip dalam
hidupnya, “Miskin boleh tapi sukses harus karena kesuksesan tidak akan
terhambat oleh kemiskinan, harus jadi orang yang betul-betul bermanfaat.”
Dan kini
terbukti ketika dosen gaul itu dalam waktu kurang dari empat tahun berhasil
menyelesaikan kuliah S.1 dan mendapat predikat mahasiswa terbaik di Jurusan
Kependidikan Islam. Skripsi yang disusunnya dengan tebal 260 halaman berhasil
mendapat penghargaan Skripsi Terbaik dalam Puslit Award. Kemudian kuliah
Program Pascasarjana di IAIN Walisongo Program Studi Pendidikam Islam. Hanya
dalam waktu dua tahun berhasil menyandang gelar Master Studi Islam (MSI)—dengan
predikat cumlaude dan sebagai mahasiswa terbaik S.2 Program Studi Pendidikam
Islam. Karena itulah kini sang sandal imitasi telah menjelma sepatu berkualitas
tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar